Kisah Sunan Ngudung, Panglima Perang Demak yang Gugur Melawan Majapahit

Yuswantoro
Makam Sunan Ngudung yang ada di Jalan Syech Jumadil Kubro No. 10, Kedaton, Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Foto/Dok. disparpora.mojokertokab.go.id

Sunan Ngudung adalah salah satu panglima Kesultanan Demak yang mempunyai peran penting dalam peperangan melawan Majapahit.

Pada saat kejayaan Kerajaan Majapahit  mulai surut, terjadi konfrontasi dengan Kesultanan Demak yang berujung pada peperangan.

Pertempuran hebat terjadi antara pasukan Majapahit dengan pasukan Kesultanan Demak yang dipimpin oleh Sunan Ngudung Imam Masjid Agung Demak.

BACA JUGA :

Kisah Mualaf Cantik Amira, Gadis Keturunan China yang Takjub dengan Ajaran Islam

Peperangan Kesultanan Demak, melawan Majapahit ini, termuat dalam Babad Kerajaan Banten. Di mana, dalam babad tersebut dituliskan, konfrontasi antara Demak dengan Majapahit terjadi beberapa tahun.

Imam Masjid Demak, Sunan Ngudung, berperang melawan Majapahit yang disebut berafiliasi dengan pasukan dari Klungkung, Pengging dan Terung.

Pertempuran hebat antara Kesultanan Demak menghadapi Majapahit ini, juga direkonstruksi dalam bentuk kesenian tari jaranan.

BACA JUGA :

Lukisan Santri Meruwat Krisis di Bumi

Sunan Ngudung, yang memiliki nama asli Raden Utsman Haji tersebut, dikenal menjadi panglima perang yang sangat handal di zamannya.

Sunan Ngudung tak hanya handal sebagai panglima perang, namun dia juga memiliki jejak sejarah sebagai penyebar ajaran Islam di wilayah Tuban, tepatnya di wilayah Desa Wadung, Kecamatan Soko.

Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Prihananto dalam tulisannya yang diterbitkan Khazanah, dengan berjudul "Tari Jaranan: Kreasi Sunan Ngudung Untuk Berdakwah", mengulas bagiamana peran penting Sunan Ngudung dalam peperangan Kesultanan Demak, melawan Majapahit.

Prihananto menyebut, kisah kepemimpinan Sunan Ngudung dalam peperangan Kesultanan Demak, menghadapi Majapahit tersebut, termuat dalam "Kitab Ahla al Musamarah fi Hikayat al Auliya al 'Asyrah" karangan Syekh Abu Fadhol.

BACA JUGA :

Tradisi Yasinan, Amaliyah Warga NU untuk Menumbuhkan Kepekaan Sosial

Dalam tulisannya, Prihananto menyebut, budayawan Nadlatul Ulama (NU), Agus Sunyoto mencatat jejak dakwah Sunan Ngudung adalah pencipta tari jaranan atau jatilan.

Tari jaranan digunakan sebagai media dakwah keliling, untuk mengumpulkan warga di lapangan desa. Setelah warga berkumpul di lapangan, kemudian warga diajak untuk membaca kalimat syahadat.

Dakwah yang akulturalif ini, menginspirasi penyebar Islam setelah Sultan Ngudung. Hal itu salah satunya dapat dilihat dari cara berdakwah putra Sunan Ngudung, Sunan Kudus.

BACA JUGA :

Ini Dia Tokoh Pendidikan Islam di Indonesia yang Melegenda

Dalam karya ilmiahnya, Prihananto juga menyebut, Raden Utsman Haji atau Sunan Ngudung, memiliki hubungan kekerabatan dengan waliyullah lainnya. Raden Utsman Haji adalah putra dari Raja Pandito, saudara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Siti Zaenab.

Raden Utsman Haji adalah putra dari Raden Raja Pandito saudara Raden Rahmat atau Sunan Ampel, dan Siti Zaenab.

Tiga bersaudara, yakni Raden Raja Pandito, Raden Rahmat atau Sunan Ampel, dan Siti Zaenab adalah putra-putri dari Ibrahim al Asmar yang menikah dengan Condrowulan Binti Raja Campa.

Garis keturunan Sunan Ngudung, menurut Prihananto apabila ditarik ke atas, maka akan muttashil atau terhubung hingga ke Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, melalui jalur Sayyidah Fatimah al Zahra berputra Zainul Abidin berputra Zainul Hakam berputra Zainul Husain berputra al Zain al Kabir berputra Najmudin al Kabir berputra Najmudin al Kabir berputra Syam'un berputra Ustar berputra Abdullah berputra Abdurrahman berputra Mahmud Akbar berputra Najmuddin Akbar, kemudian berputra Ibrahim al Asmar.

Dalam memimpin penyerangan ke Majapahit, Sultan Ngudung akhirnya gugur. Dilansir dari kisahsejarah.id, disebutkan dalam Babad Majapahit dan Para wali, Sunan Ngudung menjadi panglima perang Kesultanan Demak, ketika bertempur melawan Kerajaan Majapahit.

Raja Kesultanan Demak, Raden Patah melakukan penyerangan ke Majapahit, diduga karena Majapahit telah jatuh ke tangan Kerajaan Kadiri.

Saat Majapahit jatuh ke tangan Kadiri, rajanya adalah Brawijaya V yang merupakan ayah kandung Raden Patah.

BACA JUGA :

Orang Tua Tak Perlu Was-was Masukkan Anak ke Pesantren Tahfidz Qur’an yang Paham Ilmu Parenting

Saat Raden Ngudung melakukan pertempuran dengan Kerajaan Majapahit, pasukan Kerajaan Majapahit dipimpin Raden Kusen yang merupakan adik tiri dari Raden Patah. Raden Kusen adalah seorang muslim, yang mengabdi di Kerajaan Majapahit, sebagai Adipati Terung.

Setelah Sunan Ngudung gugur dalam pertempuran tersebut, Raden Patah akhirnya menugaskan putra Sunan Ngudung, yakni Sunan Kudus menjadi panglima perang. Berkat kepemimpnan Sunan Kudus inilah, akhirnya Kesultanan Demak mampu mengalahkan Majapahit yang kala itu sudah berada di bawah kekuasaan Kadiri.

 

Editor : Pipit Widodo

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network