SEMARANG - Memang selalu benar, sebuah perjuangan tak pernah sama sekali akan berkhianat kepada hasil. Meski terkadang dalam sebuah proses, siapa pun tak pernah sama sekali memikirkan bagaimana nanti hasilnya. Proses adalah jalan utama yang harus dilalui, terlebih dalam jalan kerja kreatif yang dilakukan seseorang. Seperti halnya proses yang dilakukan oleh Ema Afriyani, mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS), Universitas PGRI Semarang.
Mahasiswa kelahiran Kendal pada 9 Mei 2001 yang dibesarkan di Kepulauan Riau tersebut pada Sabtu 27 Agustus 2022 meraih Juara 2 Penulisan Puisi Pekan Seni Mahasiswa Daerah (Peksimida) Jawa Tengah 2022 di Universitas Pancasakti Tegal. Capaian itu merupakan kali pertama ia mengikuti Peksimida dan sudah membuahkan hasil membanggakan.
“Ia masuk UPGRIS pada 2021, saat ini ia beranjak masuk semester 3. Sejak semester pertama, ia telah ikut mata kuliah yang saya ampu. Saya tak tahu banyak tentangnya, akan tetapi saya mengetahui kelebihannya dalam kerja penulisan ketika dua kali dalam dua semester melalui buku terbitan produk mata kuliah,” ungkap Setia Naka Andrian, penyair dan pengajar dari Prodi PBSI UPGRIS yang telah mendampingi proses berlatih Ema dalam wawancara pada Senin (29/8/2022).
Menurut Naka, kedua buku yang diterbitkan Sangkar Arah Pustaka tersebut menggunakan judul dan nama dari Ema, sebab tulisan Ema bagi Naka dinilai sebagai karya terbaik jika dibandingkan dengan tulisan teman-teman lainnya di kelas. Buku tersebut adalah "Mantra dan Harum Kertas" karya Ema Afriyani, dkk. (Buku Kumpulan Esai, 2021), "Harum Rumah yang Rebah di Tubuhku" karya Ema Afriyani, dkk. (Buku Kumpulan Puisi, 2022).
“Kedua buku itu adalah buku terbitan tiap semester yang memang dipersiapkan sejak awal, jadi pada akhir perkuliahan akan terbit sebagai produk buku. Saya selalu berupaya serupa itu, sebab bagi saya sederhananya memang apalagi yang dapat bertahan dan berkesan selain produk buku itu sebagai produk hasil proses selepas menempuh mata kuliah tertentu. Paling tidak itu akan menjadi kenangan tersendiri bagi kelas itu, kenangan karya yang berupaya abadi,” tutur Naka, penulis buku puisi Bermula Kembara Bermuara Kendara (2021).
Ema, setelah melalui proses berlatih yang cukup serius, ditambah asupan gizi puluhan buku puisi dari Naka, akhirnya Ema berhasil mendapat peringkat kedua dari ajang Peksimida yang diikuti oleh berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Jawa Tengah. Pada tahun ini untuk penulisan puisi diikuti oleh 35 perguruan tinggi yang mengirimkan satu wakil terbaiknya.
“Saya bilang kepada Ema, agar ia selepas ini tetap berproses. Saya pun bilang kepadanya, semoga pada Peksimida berikutnya kau akan lebih beruntung dan mewakili Jawa Tengah menuju Peksiminas. Sebab saya melihat Ema seperti agak sedih, atau ada perasaan yang entah, ketika Ema tahu total nilai yang ia dapat dari juri hanya selisih satu angka dengan juara satu. Ema mendapatkan nilai 247 dan juara satu mendapat 248. Meski saya percaya melalui proses ini akan membuatnya kian semangat berproses pada kesempatan-kesempatan kemudian. Barangkali jika sekali ikut ini ia langsung mendapat juara 1 mungkin akan beda lagi kisahnya. Saya kira ini sudah tepat, apa yang diberikan Tuhan kepadanya kali ini,” ungkap Naka, yang merasa kaget ketika tahu mahasiswa yang didampinginya itu berasal dari kota lahir dan kota tinggalnya, yakni Kendal.
Bagi Naka, memang Ema terhitung masih sangat belia, ia baru hendak masuk semester 3 pada semester gasal 2022/2023 ini, akan tetapi ia memiliki energi besar dalam berproses. “Dalam waktu tak lama dia saya paksa membaca puluhan buku puisi. Kemudian berkali-kali menulis puisi, diskusi bersama panjang lebar mengenai puisi yang ditulisnya. Dan satu hal yang berupaya saya tanamkan kepada Ema, saya sama sekali tidak ingin membentuknya, akan tetapi berupaya untuk menggerakkannya," tutur Naka.
Bahkan menurut Naka, Ema memang itu tergolong gila. Ema sebenarnya kerap kali menulis cerpen. Akan tetapi dia mengikuti seleksi puisi tingkat kampus, dan akhirnya ia lolos kemudian mewakili kampus. "Ia sebelumnya mengaku sama sekali belum pernah menulis puisi dengan serius seperti yang dilakukannya ketika hendak mengikuti ajang Peksimida ini. Sebelumnya malah ia kerap kali menulis cerpen dan berhasil dimuat di beberapa media massa.
Ema mengaku telah mulai menulis sejak kelas 3 SMP dan berhasil menuliskan cerpen pertama dengan judul “Kenangan di Stasiun Kereta” yang menjadi juara 1 lomba menulis cerita pendek tingkat sekolah dalam rangka hari ulang tahun sekolah menengah pertama tempat ia bersekolah di SMK N 1 Bintan Utara, Kepulauan Riau.
“Saat masih duduk di SMK, saya beberapa kali sempat mengikuti lomba menulis secara online, tapi belum pernah menang. Hanya masuk penulis pilihan saja,” ungkap Ema, perempuan muda yang masih nampak seperti anak sekolahan. Beberapa ajang lomba itu di antaranya Ema telah terpilih menjadi 10 penulis terbaik versi juri pada lomba menulis cerita pendek yang diadakan CV. Saweu Pena Publisher tahun 2017, dengan judul cerpen "Mukena untuk Gadis Kecil". Kemudia masuk dalam 10 Penulis Terpilih pada lomba menulis cerpen bertema “maaf” yang diadakan CV. Saweu Pena Publisher tahun 2018 dengan judul cerpen "Kesalahan Terbesar". Pada 2018, cerpen berjudul "Bayangan dalam Cermin Musholla" tayang di media online Redaksi Kawaca. Pada 2019, ia masuk dalam Penulis Terpilih (kategori 5 naskah terbaik) pada sayembara menulis kisah inspiratif yang diadakan Azizah Publishing dengan judul cerita "Lili yang Tumbuh Diantara Kaktus Berduri".
“Saya pun setelah lulus SMK mulai mencoba mengirim karya beberapa media cetak dan online dan yang diterbitkan,” ungkap Ema. Beberapa proses itu di antaranya pada 2019, cerpen berjudul "Anak Nelayan yang Tak Suka Makan Ikan" dimuat halaman Zetizen koran Batam Pos, dan kata Ema, itu menjadi cerpen pertama yang dimuat media cetak. Pada 2020, cerpen berjudul "Memesan Takdir" dimuat media online Mbludus.co., cerpen berjudul "Kangen Bapak" dimuat Balai Aksara Koran Bajarmasin Post, dan menempatkan cerpen itu menjadi cerpen terakhir yang dimuat koran tersebut. Sebab selepasnya koran itu tidak menerbitkan cerpen.
Perjalanan proses penulisan lainnya pun telah dilalui Ema, yakni beberapa karya yang dimuat media masih pada 2020. Di antaranya cerpen sederhana berjudul "Berdamai dengan Keadaan" dimuat media online Pustaka Kabanti, cerpen berjudul "Atas Nama Kekuasaan Tertinggi" dimuat koran Tanjungpinang Pos. Kemudian pada 2021, cerpennya berjudul "Kendaraan Pilihan Ayah" menjadi juara 1 pada lomba Porsima UPGRIS 2021, cerpen berjudul "Lebaran Tahun Ini Ibu Pulang" menjadi juara 1 lomba menulis cerpen Mahasastra433 Hima PBSI UPGRIS.
“Untuk proses penulisan puisi, sebenarnya sejak sekolah SMK saya sudah mencoba menulis. Hanya saja puisinya masih terlalu mentah, belum menemukan ruh di dalamnya. Tapi saya pernah mengirim puisi untuk antologi dan lolos kurasi,” tutur Ema. Proses kreatif penulisan puisi tersebut di antaranya pada 2019, puisi berjudul “Anak-Anak Menyulam Luka Sejarah” dan “Pada Suatu Waktu”, lolos kurasi antologi Pasaman dalam Puisi. Pada 2020, puisi berjudul “Pantai Sakera”, “Angin Utara”, dan “Yang Terisa di Belakang”, lolos kurasi antologi puisi Jazirah 6, Festival Sastra Internasional Gunung Bintan.
“Saya telah menulis sejak kelas 1 SMK. Hanya saja saat itu menulisnya masih berupa rangkaian kata yang di dalamnya tidak ada ruh. Dan kemudian mulai belajar serius saat Peksimida Jawa Tengah 2022 ini. Proses tersebut membuat saya menyadari bahwa untuk melakukan sesuatu itu harus dengan ikhlas dan seperti yang dikatakan Pak Naka, bahwa menulis puisi itu merupakan ibadah tersendiri. Tapi selama proses ini pun ada suka dukanya. Senangnya, saya mendapat bacaan yang banyak. Dukanya, tidak tenang dan takut gagal,” ungkap Ema dengan begitu serius.
Bagi Ema, tentunya selepas meraih juara 2 dalam ajang bergengsi bagi mahasiswa ini, ia akan terus berproses untuk menggerakkan kata lebih banyak lagi. Berproses lagi, belajar lagi. “Sebab memang ada kendala tersendiri yang saya hadapi dalam proses selemum menuju perlombaan penulisan puisi Peksimida itu. Kendala atau musuh yang saya hadapi itu lebih mengenai rasa malas untuk membaca buku. Soalnya kadang kalau baca tulisan-tulisan di buku, membuat kepala pusing. Tapi akhirnya beberapa hari sebelum perlombaan, saya berdiskusi dengan Pak Naka. Dan kemudian Pak Naka menekankan, kalau perlombaan ini jangan diangkat sebagai beban, karena penulisan puisi itu ibadah. Yang harus dilakukan dengan keikhlasan hati. Dari hal itu, hati saya mulai tergerak. Lalu kemudian saya menyerahkan perasaan sepenuhnya pada proses ini,” ungkap Ema.
Eva Ardiana Indrariani, S.S., M.Hum., ketua program studi PBSI turut berbangga kepada salah seorang mahasiswanya yang masih belia itu. “Sungguh membanggakan. Ema, mahasiswa PBSI UPGRIS dengan ketekunan dan semangat tingginya, mampu mengungguli peserta lainnya dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta se-Jawa Tengah, dan kemudian mampu meraih juara dua. Jejak langkah pelatihnya, Bapak Setia Naka, telah nyata menginspirasinya. Selamat Ema, teruslah menjadi berarti!” ucap Eva, sebagai kaprodi selalu memberikan dukungan kepada mahasiswanya untuk terus berproses, terutama dalam menghasilkan produk-produk mata kuliah pada setiap semester.
"Prestasi ini menjadi bukti bahwa mahasiswa UPGRIS memiliki potensi yang sangat hebat. Kemampuan para mahasiswa terus diasah melalui wadah unit kegiatan mahasiswa dengan pendampingan secara rutin. Semoga capaian prestasi pada pekan seni mahasiswa daerah kali ini menjadi motivasi bagi mahasiswa baru. Terima kasih sudah membawa nama baik UPGRIS di kancah Peksimida," pungkas Rektor UPGRIS Dr. Sri Suciati, M.Hum.
Editor : Khatim Laela
Ema Afriyani Setia Naka Andrian puisi Sastra Indonesia Pekan Seni Mahasiswa Daerah Peksimida 2022 Pekan Seni Mahasiswa Nasional Peksiminas Peksimida Peksiminas 2022 Mahasiswa Juara Mahasiswa Kreatif Mahasiswa UPGRIS Prestasi UPGRIS universitas pgri semarang Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI PGRI Jawa Tengah Universitas Pancasakti Tegal
Artikel Terkait