CERITA lelang peci legendaris Bung Karno untuk ongkos Lebaran Idul Fitri tertuang dalam dalam buku “Suka Duka Fatmawati Sukarno” yang ditulis Kadjat Adrai. Saat itu menjelang Lebaran, Bung Karno menemui mantan Menteri Luar Negeri Roeslan Abdoelgani untuk berhutang uang.
“Cak, tilpuno Anang Tayib. Kondo’o nék aku gak duwé dhuwik (Cak teleponkan Anang Tayib bilang aku ga ada uang),” tutur Soekarno.
Anang adalah keponakan Roeslan yang tinggal di Gresik. Anang merupakan pengusaha peci merek Kuda Mas yang sering dikenakan Soekarno. Kemudian Roeslan Abdoelgani malah meminta peci bekas soekarno untuk dilelang.
“Beri aku satu peci bekasmu. Saya akan lelang,” kata Roeslan.
“Bisa laku berapa, Cak?” tanya Soekarno.
“Wis tala, serahno aé soal iku nang aku. Sing penting bèrès (sudahlah, serahkan saja soal itu pada saya. Yang penting beres),” sahut Roeslan.
Roeslan pun lalu menyerahkan kepada Anang satu peci bekas dipakai Soekarno. Roeslan kaget karena jumlah peserta lelang begitu banyak yang mana semuanya pengusaha asal Gresik dan Surabaya. Tapi yang membuatnya sangat terkejut ternyata Anang melelang tiga peci.
“Saudara-saudara, sebenarnya hanya satu peci yang pernah dipakai Bung Karno. Tetapi saya tidak tahu lagi mana yang asli. Yang penting ikhlas atau tidak?” tanya Anang.
“Ikhlas!!!” seru para peserta lelang.
“Alhamdulillah,” sahut Anang.
Dalam waktu singkat terkumpul uang Rp10.000.000. Semua uang itu segera diserahkan Anang kepada Roeslan.
“Asliné lak siji sé (Yang asli cuma satu ‘kan),” kata Roeslan.
“Iya. Sebenarnya dua peci yang akan saya berikan untuk Bung Karno,” kata Anang.
“Tapi kedua peci itu jelek,” ungkap Roeslan.
“Memang sengaja saya buat jelek. Saya ludahi, saya basahi, saya kasih minyak, supaya kelihatan bekas dipakai,” sahut Anang.
“Koen iki kurang ajar Nang, mbujuki wong akèh (Kamu kurang ajar Nang. Nipu banyak orang),” tutur Roeslan.
“Nék gak ngono gak olèh dhuwik akèh (Kalau nggak begitu mana mungkin bisa dapat banyak uang),” jawab Anang.
Roeslan kemudian menyerahkan semua uang hasil lelang kepada Soekarno. Soekarno pun heran dengan hasil lelang pecinya.
“Cak, kok akeh dhuwiké (Banyak banget uangnya)?” Bung Karno kaget.
“Iku akal-akalané Anang (Itu semua akal-akalannya Anang),” jelas Roeslan. Dia pun menceritakan bagaimana cara Anang menggandakan peci.
“Kurang ajar Anang. Nék ngono sing dosa aku apa Anang (Kalau begitu yang berdosa saya)?” tanya Bung Karno.
“Anang,” sahut Roeslan.
”Dhuwik sakmono akèhé jané digawé apa Bung (Uang begitu banyak akan digunakan untuk apa Bung)?” tanya Roeslan.
“Gawé zakat fitrahku. Gowoen kabèh dhuwik iki nang makam Sunan Giri. Dumno nang wong-wong melarat nok kono (Untuk zakat fitrahku. Bawa semua uang ini ke makam Sunan Giri. Bagikan pada orang-orang miskin di sana),” kata Bung Karno.
Editor : Taufik Budi Nurcahyanto
Artikel Terkait