Semarang – Literasi bagi kaum terpelajar bisa dibilang masih rendah, khususnya bagi mahasiswa. Hal tersebut dibuktikan dengan enggannya membaca informasi atau hal-hal penting yang sangat bermanfaat untuk keberlangsungan studinya. Sudah semestinya keseharian mahasiswa sangat dekat dengan budaya literasi dan memiliki pemikiran yang kritis dalam menyikapi berbagai keadaan.
“Akan tetapi pada kenyataannya, mahasiswa justru lebih antusias untuk mengikuti fenomena-fenomena yang viral di media sosial. Lebih parahnya mahasiswa sebagai warganet terkadang kurang kritis dalam menanggapi fenomena maupun informasi yang diterima. Tanpa melakukan konfirmasi atau mencari kebenaran mahasiswa kerap menerima, mempercayai, dan menyebarkan begitu saja,” ungkap Meilan Arsanti, M.Pd., melalui release yang dikirim seusai kegiatan, Senin (30/5/2022).
Pihaknya menegaskan, bahwa hal tersebut menjadi perhatian khusus bagi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Sultan Agung Semarang (Unissula), mengingat budaya literasi mahasiswa yang masih rendah dan dampak buruknya. “Melalui webinar bertajuk diseminasi hasil penelitian dengan tema ‘Menjawab Tantangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Abad 21 melalui Pembelajaran Membaca Kritis’, mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan budaya literasi melalui membaca kritis,” ujar Meilan.
Ditambahkan Meilan, bahwasanya webinar tersebut diselenggarakan untuk meningkatkan budaya literasi mahasiswa melalui membaca kritis di tengah-tengah gempuran arus teknologi dan informasi yang begitu pesat.
Dalam Webinar tersebut dihadirkan seorang narasumber ahli dalam bidang membaca kritis, yakni Dr. Dra. St. Nurbaya, M.Hum., M.Si., seorang dosen yang mengajar di Prodi PBSI, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Baginya, membaca membaca kritis pada abad 21 sangatlah penting. Didapati 8 keterampilan yang harus dikuasai dalam membaca kritis, yaitu keterampilan memfokuskan, mengumpulkan informasi, mengingat, mengorganisasi, menganalisis, menggeneralisasi, mengintegrasi, dan mengevaluasi. “Jadi, dengan membaca kritis mahasiswa diharapkan dapat menerima informasi yang benar,” ungkap Nurbaya.
Selain narasumber dari UNY, Prodi PBSI, FKIP, Unissula juga memiliki pakar di bidang membaca kritis, Dr. Oktarina Puspita Wardani, M. Pd. yang didaulat menjadi narasumber dalam Webinar tersebut. Dalam paparannya ditegaskan bahwa literasi digital merupakan kemampuan dalam memberdayakan teknologi dan informasi.
“Kemampuan tersebut yaitu dapat menggunakan perangkat teknologi secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks. Namun, perlu diingat bahwa dalam menggunakan perangkat teknologi tersebut ada kemampuan yang harus dimiliki, di antaranya critical thinking, online safety skill, digital culture, collaboration and creativity, finding information, communication and netiquette, dan functual skill,” ungkap Oktarina.
Webinar tersebut diakhiri dengan diskusi panel antara kedua narasumber dan mahasiswa yang sangat antusias dengan materi yang dipaparkan. Kemampuan dalam membaca kritis dan literasi digital kritis tersebut menjadi keterampilan yang harus dimiliki mahasiswa di abad 21. Berbagai tantangan yang akan dihadapi di era tersebut harus disiapkan sejak belajar di bangku perguruan tinggi. Harapannya mahasiswa Prodi PBSI, FKIP, Unissula dapat menjadi calon guru yang profesional sesuai dengan bidangnya dan memiliki karakter generasi khairu ummah sesuai dengan visi dan misi yang diemban.
Editor : Setia Naka Andrian
Artikel Terkait