SEMARANG - Selama pandemic Covid-19 menurut para ahli kasus speech delay pada anak balita meningkat secara signifikan. Salah satu penyebabnya adalah anak kurang berinterkasi dengan lingkungan sehingga tidak mendapatkan stimulus untuk berkomunikasi. Selain itu, di rumah si anak balita kerap bermain gawai tanpa didampingi oleh orang tua atau pengasuhnya sehingga anak kekurangan stimulus untuk berinterkasi. Dampaknya keterampilan berbahasanya tidak berkembang yang akhirnya menjadikan speech delay.
Melihat kondisi tersebut, baru-baru ini Tim PKM PBSI, FKIP, UNISSULA mengadakan sosialisasi pencegahan speech delay pada anak balita dengan metode terapi wicara kepada ibu-ibu kelompok pengajian Aisyiyah Desa Panusupan, Kec. Rembang, Kab. Purbalingga. Ibu-ibu kelompok pengajian tersebut belum memahami apa itu speech delay, apa penyebabnya, dan bagaimana cara mencegahnya.
Sosialisasi tersebut dimaksudkan agar ibu-ibu kelompok pengajian Aisyiyah memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang speech delay. Salah satu penyebab speech delay pada anak balita adalah penggunaan gawai yang terlalu lama dan tanpa pendampingan.
“Untuk mencegah speech delay pada anak bisa dilakukan dengan terapi wicara dengan media video-video edukasi,” tutur Meilan Arsanti, M.Pd., ketua TIM PKM PBSI, FKIP, UNISSULA saat memberikan materi kepada ibu-ibu kelompok pengajian Aisyiyah Desa Panusupan.
Pada saat anak balita sedang bermain gawai dan menyimak video-video favoritnya, ibu atau pengasuh dapat memberikan stimulus dengan meminta anak menceritakan kembali isi video tersebut. Selain itu, untuk anak balita yang sedang belajar berbicara ibu atau pengasuh bisa memancing si anak agar mau berbicara. Dengan begitu, kosakatanya akan bertambah dan keterampilan berbahasanya dapat berkembang.
Usia balita merupakan fase golden age di mana keterampilan berbahasanya dapat berkembang pesat. Maka, sangat disayangkan jika fase ini dilewatkan begitu saja karena akan berdampak pada masa depan si anak. Anak yang mengalami gangguan berbahasa kerapa menjadi objek perundungan dan krisis percaya diri. Menjadi tugas orang tua terutama ibu agar anak balitanya berkembang normal sesuai usianya.
PKM disambut hangat oleh para ibu-ibu kelompok pengajian Aisyiyah Desa Panusupan. Mereka antusias selama mengikuti kegiatan yang diselenggarakan selama dua hari.
“Kegiatannya bermanfaat sekali untuk kami yang sering memberikan HP pada anak. Kami jadi tahu dampak buruk dan cara pencegahannya,” ungkap Ibu Nasiti, ketua kelompok pengajian Aisyiyah Desa Panusupan.
Editor : Setia Naka Andrian
Artikel Terkait