MALAYSIA - Tidak sedikit perjalanan berarti yang dilalui oleh seorang penulis. Segala itu tentu menjadi sebuah proses yang berpengaruh untuk laju kepenulisannya dari waktu ke waktu. Bagaimana ia melakukan segala hal dan berbagai upaya untuk sepenuhnya meningkatkan kualitas karyanya.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Rita Robert Rawantas, seorang penulis perempuan asal Tuaran, Sabah, Malaysia. Itulah nama asli dan juga nama lengkapnya, sebab sempat diakuinya bahwa awalnya ia memiliki nama pena. Namun itu saat dulu ia gunakan pada waktu awal-awal mulai aktif menulis.
Penulis kelahiran daerah penghasil kopi bernama Tenom di Negeri Sabah, Malaysia pada 28 Juni 1977 itu mengaku mulai suka menulis sejak usia 16 tahun pada 1993. Namun mulai aktif dan serius menulis pada 2009 hingga saat ini.
Rita menyukai dunia penulisan, khususnya sastra, karena minatnya yang begitu mendalam terhadap dunia penulisan sastra. "Saya sudah mulai curi-curi membaca buku-buku sastera yang menjadi buku teks kakak dan abang saja, sejak saya berusia 10 tahun. Kemudian waktu saya sekolah di Tingkatan Empat (usia 16 tahun), guru sastera saya seorang warga tempatan campuran Anglo-Saxon, ia yang mengajar kami dengan cara yang sederhana namun menginspirasi sekali," ungkap Rita, dalam wawancara tertulis (6/6/2022).
Rita mengaku seorang introver yang gemar menemukan jalan hubungan dirinya dengan dunia luar melalui kerja membaca buku-buku, terkhusus pada buku dan sastra. "Dunia buku sastra menemukan saya suara yang saya perlukan untuk terus bertahan hidup dan sesekali bergembira dengan escapism," akunya.
Penulis berhijab yang nampak elegan itu sempat menerbitkan beberapa buku, di antaranya kumpulan puisi "Mencari Tuhan Di Dasar Laut" (Penerbit ITBM (Institut Terjemahan dan Buku Malaysia), 2015), Novel Cerita Rakyat bertajuk "Olundus" (Penerbit DBP (Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur), 2018), Kumpulan Puisi "Perempuan Pembunuh Sepi" (Penerbit Nusa Centre, 2019), dan Kumpulan Cerpen "Tawang" (Penerbit Nusa Centre, 2020).
"Sekarang kegiatan menulis berjalan seperti biasa, menulis puisi dan cerpen eceran untuk koran dan majalah sastera. Kalau ada perjumpaan cuma terhad dapat hadir dalam perjumpaan yang berlaku pada hujung minggu saja. Kerana saya sedang sambung pengajian dalam bidang Kerja Sosial di Fakulti Psikologi dan Pendidikan di Universiti Malaysia Sabah," ungkap Rita mengenai kesibukannya saat ini.
Sebab memang kesibukan lain terkadang berpengaruh terhadap jalannya kerja penulisan, baik itu berpengaruh positif maupun negatif. Seperti halnya yang dialami Rita, dunia penulisan yang dilakukannya berbeda dengan dunia kerja kesehariannya.
"Bidang pekerjaan saya tidak ada kaitan sama sekali dengan bidang sastera. Namun kerana norma pekerjaan yang berkaitan dengan memberi bantuan secara profesional kepada insan-insan yang memerlukan, (maka kemudian) memberi bantuan profesional bermaksud mengembalikan kefungsian sosial seseorang agar dapat kembali ke dalam kehidupan bermasyarakatnya. Maka (selanjutnya) pekerjaan saya sangat menginspirasi dunia penulisan saya. Pada 2019, saya menulis buku Perempuan Pembunuh Sepi yang terinspirasi daripada pekerjaan menguruskan mangsa-mangsa pemerdagangan manusia selama sedekad lamanya di Rumah Perlindungan Wanita Kota Kinabalu, Sabah," kisahnya.
Setiap penulis pastilah memiliki sosok yang dikagumi, termasuk juga Rita yang mengaku mengagumi Roberto Bolano, Herta Muller dan Eka Kurniawan. "Kreativiti dan kegilaan ketiga-tiganya (ketiga penulis tersebut) membebaskan fikiran dalam tulisan menginspirasi. Saya sudah bosan dengan kebiasaan dan penulisan play safe. Berikut nama-nama penulis dengan buku yang signifikan dengan saya. Di antaranya Roberto Bolano pada karyanya The Savage Detectives, Last Night in Chile, dan lainnya. Kemudian Herta Muller dalam karya The Passport, serta Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan," ungkap Rita, yang saat ini sedang proses menulis dua buah novel.
Selain sedang menyiapkan dua novel, Rita kini pun sedang menyiapkan penerbitan sebuah kumpulan puisi tentang gunung. "Cuba merajinkan diri menghasilkan puisi-puisi eceran untuk koran dan majalah sastera," tutur Rita, yang mengaku kurang minat berpersatuan (berkomunitas).
"Saya cuma masuk PENA (Persatuan Penulis Nasional Malaysia) yang berpusat di Kuala Lumpur. Untuk kegiatannya, saya dan beberapa rakan penulis akan menganjurkan acara-acara penulis sekali-sekala, yang penting impak, crowd dan siapa yang kami pilih sebagai panel. Bukan level aktiviti yang jadi keutamaan tapi kebahagiaan bertemu rakan-rakan penulis dan sama minat berkongsi ilmu," ungkapnya.
Dalam berkegiatan sastra, Rita mengenal beberapa penulis yang gembira dengan dunia penulisan mereka. "Kalau mahu mendengar berita-berita buku penulis ini atau penulis itu misalnya, dicetak rompak ataupun negara tercinta ini kehabisan ISBN jauh sekali. Ia ibarat hutan hujan tropika yang subur dan senyap. Di dalamnya ada banyak masalah seperti penebangan hutan, ada konflik pertembungan haiwan liar dan manusia, ada tumbuh-tumbuhan dan haiwan endemik yang menghuni di sesetengah bahagian hutan dan segala macam hal. Cuma kalau dilihat daripada nama sebuah hutan hujan tropika, ia tetap sebuah hutan yang subur dan senyap," kisahnya.
Rita percaya dengan peran pemerintah dalam hal mendukung perkembangan sastra, "Saya percaya, mereka tahu peran mereka," ujarnya, seperti halnya bagaimana kurikulum mengenai sastra yang berlaku di sekolah. "Setakat ini, kurikulum di Malaysia ada menggunakan komponen sastera dalam pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu. Namun sejujurnya, ia masih dua dunia yang berbeza kerana ternyata dunia pelajaran dan dunia sastera masih ibarat minyak dan air, masing-masing menyatu di gelas yang sama namun tetap asing," pungkas Rita.
Editor : Setia Naka Andrian
sastra pendidikan sastramalaysia malaysia Indonesia sastraindonesia ekakurniawan penyair penyairmalaysia penyairindonesia Cerita tokoh tokohsastra tokohmalaysia tokohdunia duniapendidikan pendidikanmalaysia pendidikansastramalaysia duniasastra sastera sasteramalaysia Karyawan karyawanmalaysia Novelis novelismalaysia novelisdunia noveldunia puisimalaysia syairmalaysia Melayu sastramelayu sasteramelayu sasteradunia syairmelayu bahasamelayu bahasamalaysia bahasaindonesia literasi literasibahasa literasisastra literasibahasamelayu literatur literature
Artikel Terkait