Kronologi 3 Hakim Terjerat Suap Vonis Lepas Kasus Ekspor CPO

Ari Sandita Murti
Kejagung mengungkapkan kronologi dugaan suap vonis lepas dalam perkara Pemberian Fasilitas Ekspor CPO yang berawal dari kesepakatan pengacara dengan panitera pengadilan. (Foto: YouTube Kejaksaan RI)


JAKARTA, iNEWSDEMAK.ID - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan kronologi dugaan suap vonis lepas (onslag) dalam perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah. Hal itu berawal dari kesepakatan pengacara dengan panitera pengadilan.

Tiga hakim yang terseret sebagai tersangka dalam kasus tersebut di antaranya majelis hakim atau hakim ketua, Djuyamto (DJU), serta dua hakim anggota yakni Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM).

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar menjelaskan, ketiga hakim tersebut menerima uang lebih dari Rp22 miliar.

"Adapun hasil pemeriksaan para saksi diperoleh fakta, bermula adanya kesepakatan antara Ariyanto Bahri selaku pengacara tersangka korporasi minyak goreng dengan Wahyu Gunawan seorang panitera tuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar," ujar Qohar kepada wartawan, Senin (14/4/2025).

Kesepakatan tersebut lantas disampaikan Wahyu Gunawan pada Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, agar perkara dimaksud diputus onslag. Arif Nuryanta pun menyetujui permintaan tersebut tuk diputus onslag, tapi dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan tiga, sehingga totalnya Rp60 miliar.

"Wahyu Gunawan menyampaikan pada Nuriyanto Bahri agar menyiapkan uang sebesar Rp60 miliar dan Ariyanto Bahri menyetujui permintaan tersebut," katanya.

Dia menerangkan, Ariyanto Bahri selaku pengacara para tersangka korporasi minyak goreng itu menyerahkan yang sebesar Rp60 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS) kepada Wahyu Gunawan. Wahyu pun menyerahkan uang sejumlah Rp60 miliar itu pada Arif Nuryanta.

"Pada saat itu Wahyu Gunawan diberi M Arif Nuryanta sebesar 60.000 dolar AS sebagai jasa penghubung dari M Arif Nuryanta. Setelah uang tersebut diterima M Arif Nuryanta, dia yang menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus menunjuk majelis hakim, terdiri dari DJU sebagai ketua majelis, AM hakim adhoc dan ASB sebagai anggota majelis," tuturnya.

Setelah itu, Arif Nuryanta menyerahkan uang Rp22,5 miliar kepada tiga hakim yang akan menangani kasus tersebut. 

Setelah terbit surat penetapan sidang, Arif Nuryanta memanggil DJU, ASB dan AM untuk menjelaskan penanganan perkara dan menyerahkan Rp4,5 miliar sebagai 'uang baca' berkas perkara. Setelah itu, uang tersebut dibagi rata oleh tiga hakim tersebut.

Lalu, pada September hingga Oktober 2024, Arif Nuryanta kembali menyerahkan yang Rp18 miliar dalam bentuk dolar AS kepada DJU. DJU kemudian membagi rata uang tersebut dengan hakim lainnya. Jika ditotal, ketiga hakim yang menangani perkara tersebut menerima Rp22,5 miliar dari Arif Nuryanta dan Rp60 miliar dari Pengacara Marcella Santoso.

Editor : Arto Ary

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network