Mau ke Mana Laila Nuur Mutia Selepas Modern Dance?

Setia Naka Andrian
Laila Nuur Mutia, didampingi Akhmad Sofyan Hadi dalam sebuah diskusi dan pementasan tari modern di Balai Kesenian Remaja (BKR) Kendal (Ist).

KENDALLaila Nuur Mutia beberapa kali meluncurkan pesan singkat WhatsApp yang terpatah-patah menuju ponsel (setengah) pintarku. Ia kerap bertanya, aku harus ngomong apa, aku harus memulai dari mana? Dan tentu, sebagai junior yang baik, aku melakukan tindakan sederhana: menyemangatinya. Meski juga: melempar beban-beban kecil. Entah saat itu disadarinya atau tidak. Jika dapat disimak, kali pertama beban kecil aku sematkan tipis dalam tajuk Jurasik #43 kala itu, sebuah program dari Jarak Dekat Art Production Kendal.

Ya, benar. Sebelum kalimat pendek berikut kulempar ke hadapan khalayak, tentu kulempar bertubi-tubi dulu kepada Laila Nuur Mutia. Kami berdiskusi kecil perihal tubuh dan imajinasi dalam jagat seni gerak itu. Meski kerap pula pesan kami saling patah-patah, akibat aktivitas lain yang cukup menyita. Namun tetaplah, dapat kami temukan setidaknya semacam titik terang, meski masih remang. Dalam reruntuhan pemantik kecil berikut.

Tubuh dan imajinasi dalam tari kerap berjalan berdampingan, atau kadang juga dijumpai saling mendahului; dalam konteks penciptaan. Medan seni gerak ini hadir di mata khalayak dengan berbagai kejutan; tak terduga. Bagaimana tubuh hadir duluan melampaui segala imajinasi yang membentuk dan membentur segenap bangunan-bangunan yang menyokong ruang penciptaan. Selanjutnya, akan tersisa berdesakan makna di benak dan batin kita. Begitulah kiranya yang akan kita simak dari penyaji kali ini.

Sejak 2011 hingga saat ini dan sampai kapan pun, penari yang bakal hadir, berkisah, dan presentasi karya ciptanya ini telah bergelut dalam berbagai bentuk. Di antaranya Gymnastic Dance Contemporer, Modern Dance, Bellydance, Line Dance, Sexy Dance, Fire dance, dan dengar kabar akhir-akhir ini ia sedang menginjaki proses teater gerak. Penasaran? Bolehlah sedikit, namun jangan kebablasan.  Santai saja, sederhana saja. Biar karya cipta yang bicara. Jangan ditunggangi dengan embel-embel apa pun. Kasihan. Biar ia lahir dengan caranya, tentu yang paling mulia.

Tentu itu bukan sesuatu yang besar, atau dapat dicap sebagai pijakan kokoh. Namun setidaknya melalui itu, Laila Nuur Mutia telah memulai separuh perjalanan pendeknya dalam segenap perjalanan panjang yang pasti dapat direngkuhnya tanpa menemukan titik berhenti sama sekali.

Editor : Setia Naka Andrian

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network