Logo Network
Network

Tradisi Yasinan, Amaliyah Warga NU untuk Menumbuhkan Kepekaan Sosial

Rusman H Siregar
.
Senin, 20 Juni 2022 | 01:09 WIB
Tradisi Yasinan, Amaliyah Warga NU untuk Menumbuhkan Kepekaan Sosial
Sejarah tradisi Yasinan diduga kuat berasal dari Wali Songo ketika mereka menyebarkan Islam di daerah-daerah yang masih menganut animisme. Foto/Ist

Yasinan merupakan tradisi masyarakat muslim di Indonesia yang menarik untuk diulas. Yasinan adalah kegiatan membaca Surat Yasin yang dilakukan sendirian maupun secara berjamaah. Istilah "Yasinan" hanyalah penyingkatan kata yang biasa diucapkan masyarakat muslim di Indonesia agar mudah dimengerti.

Sama halnya dengan membaca kalimat Tahlil (Tahlilan), membaca kisah kelahiran Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi wasallam (Maulidan), mengkhatamkan Al-Qur'an (Khataman) dan masih banyak lagi.

Yasinan merupakan salah satu amaliyah warga Nahdlatul Ulama (NU) untuk menumbuhkan kepekaan sosial di samping menghidupkan sunnah dan syiar Islam di tengah masyarakat. Yasinan bukanlah hal yang baru yang tidak dicontohkan Baginda Rasulullah. Beliau juga membaca Surat Yasin.

Bahkan membaca Surat Yasin memiliki keutamaan diampuni dari dosa bagi yang membacanya pada malam hari. Kandungan Surat Yasin di antaranya bercerita tentang keimanan pada hari akhir, balasan bagi yang beriman dan peringatan tentang kebesaran Allah di alam raya.

Menurut Muhammad Idrus Ramli, Yasinan merupakan tradisi yang disunnahkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Karena, di dalamnya terdapat bacaan ayat-ayat Al-Qur'an, kalimat-kalimat tauhid, takbir, tahmid, sholawat yang diawali dengan membaca Surat Al-Fatihah. Kemudian ditutup doa yang pahalanya diniatkan untuk orang yang meninggal dunia. Yasinan yang meliputi Tahlil dan istighathah ini biasanya diisi dengan pengajian keagamaan dan doa bersama.

Amalan yang Dihidupkan Wali Songo

Mengulas sejarah ke belakang, Wali Songo dan para penyebar Islam di Pulau Jawa dahulu tidak menghilangkan tradisi lokal. Mereka sangat toleran dengan tradisi lokal yang membudaya dalam masyarakat.

Wali Songo mencoba meraih hati masyarakat dengan menyelipkan ajaran Islam. Ajaran yang dimasukkan dalam tradisi itu bukan hal yang terlarang dalam agama, justru bagian dari ibadah dan pendekatan diri pada Allah semisal dzikir, mendoakan orang mati dalam selametan, membaca Surat Yasin dan menghadirkan pahalanya kepada orang yang telah meninggal, sedekah atas nama orang meninggal dan sebagainya. Demikian cara dakwah yang dijalankan oleh para Wali Songo khususnya di tanah Jawa.

Muhammad Iqbal Fauzi dalam "Tradisi Tahlilan dalam Kehidupan Masyarakat Desa Tegalangus (Analisis Sosial Kultural)" mengatakan, para Wali sangat arif dengan budaya lokal pra Islam, seperti tingkeban saat kehamilan (mendoakan janin), 7 hari, 40 hari dan 100 hari setelah kematian dan tradisi selamatan lainnya. Budaya ini tidak serta merta dihapus oleh para penyebar Islam kala itu, tetapi diisi dengan nilai-nilai yang sesuai ajaran Islam seperti baca Al-Qur'an, sholawat, sedekah.

Amaliah ini sama seperti yang dilakukan Rasulullah SAW ketika mengubah isi hari raya di Madinah. Di kalangan masyarakat muslim ada tradisi, ketika ada yang meninggal dunia, maka pihak keluarga mengadakan selamatan 7 hari, yang dihadiri para tetangga, kerabat dan handai taulan dengan ritual membaca tahlilan yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang meninggal itu. Selamatan ini dilakukan pula pada Hari ke-40, 100 dan 1000 harinya. Lalu diadakan setiap tahunnya yang diistilahkan dengan Haul.

Sebelum Islam masuk ke Indonesia, telah ada kepercayaan yang dianut sebagian besar masyarakat seperti adalah animisme dan dinamisme. Di antaranya, meyakini bahwa arwah yang telah dicabut dari jasadnya akan gentayangan di sekitar rumah selama tujuh hari. Kemudian akan meninggalkan tempat tersebut dan akan kembali pada hari ke-40, hari ke-100 dan hari ke-1000 nya sehingga masyarakat saat itu ketakutan akan gangguan arwah dan membacakan mantra-mantra sesuai keyakinan mereka.

Setelah Islam masuk dibawa oleh ulama yang berdagang ke tanah air ini, mereka memandang kebiasaan itu telah menyelisihi syariat. Lalu perlahan mereka menggantinya dengan memasukkan kalimat-kalimat thoyibah (baik/bagus) sebagai pengganti mantra-mantra yang tidak dibenarkan oleh syariat Islam.

Yasinan diduga kuat berasal dari para Wali ketika mereka berusaha menyebarkan Islam di daerah-daerah yang masih menganut paham Hindu maupun animisme. Mereka menyusupkan ajaran-ajaran Islam di tengah tradisi dan kebiasaan masyarakat yang waktu itu masih sangat kuat mengakar. Hal yang sama pernah dilakukan Sunan Kali Jaga melalui wayangnya. Sunan Gunung Jati melalui syair lagunya dan seterusnya. Jadi pada intinya Yasinan dan Tahlilan merupakan tradisi yang telah ada sejak zaman dahulu dan sampai sekarang sudah menjadi tradisi dan terus dijalankan masyarakat muslim di Indonesia.

Keutamaan Surat Yasin

Dalam banyak riwayat, Nabi shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ غُفِرَ لَهُ Artinya: "Barangsiapa membaca (surat) Yasin pada malam hari dengan mengharap keridoan Allah, ia akan diampuni (dosanya)." (HR At Thobroni/145, 418; Al-Baihaqi/2360, 2361 dari Abu Hurairoh; Ad Darimi/3478 dari Hasan, Dishahihkan oleh Ibnu Hibban/2626) Dalam riwayat lain disebutkan dari Maqol bin Yasar, bahwa Nabi bersabda: "Bacalah untuk orang mati di antara kamu, Surat Yasin." (Hadis Sahih Riwayat Ibnu Hibban/3064, juga diriwayatkan Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, An-Nasai, Al-Hakim, Ath-thobroni, Al-Baihaqi)

Masyarakat Indonesia yang mayoritas bermazhab Syafi'iiyah tentu tak asing dengan Yasinan ini. Dilansir dari beritasantri, Ibnu Hajar al-Asqalani (1372-1449 M) dalam kitabnya menceritakan: "Ibnu Abdil Hakam menjawab pertanyaan yang disodorkan kepadanya tentang boleh atau tidaknya membacakan Al-Qur'an untuk mayit: "Saat Imam Syafi'i (767-820 M) wafat, murid-murid beliau berkumpul di dekat kepala beliau. Lantas seorang dari mereka membaca Surat Yasin dan tak seorang pun mengingkarinya. Lalu mereka bersama menyaksikan pemandian jenazah Beliau dan terus berdiri hingga dikafani." (Tawali Taksis, hal 178) Demikian ulasan sejarah tradisi Yasinan di Indonesia.

Tradisi Yasinan sampai sekarang terus dihidupkan masyarakat muslim terlebih untuk dihadiahkan kepada orang-orang terdekat atau kerabat yang meninggal dunia. Pahala bacaan Surat Yasin itu diyakini sampai kepada mayit apabila seseorang memohon kepada Allah untuk menyampaikan pahalanya. Karena ini termasuk doa dan termasuk perkara yang disepakati kebolehannya. Maka si mayit akan mendapatkan manfaat dari doa tersebut dengan izin Allah yang Maha mengabulkan doa. Wallahu A'lam!

 

Editor : Pipit Widodo

Follow Berita iNews Demak di Google News

Bagikan Artikel Ini