Logo Network
Network

Penulis Buku Puisi dari Pondok Pesantren

Pipit Widodo
.
Selasa, 31 Mei 2022 | 15:36 WIB
Penulis Buku Puisi dari Pondok Pesantren
Syamsul Ma'arif, penulis muda asal Kendal bersama Muslichin Ketua Lesbumi Kendal saat meluncurkan buku puisi "Senyummu Alamatku" dalam sebuah forum diskusi Lesbumi NU Kangkung Kendal beberapa waktu lalu.

KENDAL - Kerja penulisan barangkali memang tak sebatas memukulkan huruf-huruf semata dalam lembaran-lembaran layar Ms. Word di laptop. Akan tetapi pasti di luar itu didampingi dengan proses membaca karya-karya lain yang telah terbit sebelumnya.

Begitulah yang dilakukan oleh Syamsul Ma'arif, seorang penulis muda asal Kendal yang baru saja meluncurkan buku puisi terbarunya bertajuk "Senyummu Alamatku". Dalam buku kumpulan puisi yang diterbitkan oleh Sangkar Arah Pustaka tersebut menggunakan nama pena Syamsul Al Qondaly.

Pria kelahiran Kendal, 18 Agustus 1992 tersebut tinggal di Ngampelsari RT 01/RW05, Sendangkulon, Kangkung, Kendal. Kesehariannya saat ini dipenuhi dengan aktivitas pengabdiannya sebagai pengajar di SMP Al-Musyaffa' dan Pondok Pesantren Al-Munawwir Gringsing.

Penulis yang sempat menjalani proses tempaan ilmu di Pondok Pesantren Al-Munawwri Gringsing pada 2004-2007 dan di Al-Itqon Kendal dari 2007-2021 tersebut mengaku telah mulai menulis puisi sejak pertengahan 2013.

Dalam perjalanan proses penulisannya, awalnya ia terinspirasi dari karya Jalaluddin Rumi. Ia sangat mengidolakannya dan juga gandrung kepada beberapa penulis lain, di antaranya Pramoedya Ananta Toer, Nizar Qabbani, dan Usman Arrumiy. Selain itu pula, ia membaca buku-buku sastra lainnya dari para penulis Indonesia.

Proses penulisan yang dilakukan Syamsul cenderung dimulai dari kerja-kerja sederhana. "Di antaranya saya lakukan melalui status-status WhatsApp yang saya buat dengan sedikit kata-kata mendayu. Kemudian dari beberapa kawan yang baca memberi masukan dan dorongan. Meski beberapa lain memuji puisi-puisi saya tersebut. Lalu saya bilang sama bundanya Nalendra (Kusfitria Marstyasih dari Koruki Demak) setelah naskah tersebut lumayan lengkap, dan beliau siap membantu mencarikan penerbit. Maka kemudian jadilah buku tersebut," ungkap Syamsul.

Syamsul pun mengaku sering menulis puisi-puisi tentang cinta yang hampir 70%, kemudian sisanya pendidikan, dan hal-hal lain yang ia pungut dari kehidupan sehari-hari.

Ia pun mengaku, bahwasanya setelah terbit buku puisi pertamanya tersebut, ia memiliki keinginan untuk menulis buku kumpulan biografi ulama Kendal. "Kebetulan sudah ada dua tulisan tentang biografi ulama Kendal. Salah satunya sempat dimuat di ulamanusantaracenter.com. Kemudian satunya saya gunakan untuk lomba yang diselenggarakan oleh NU Kendal Online. Alhamdulillah kala itu mendapatkan juara 3," ujar Syamsul.

Memang, bagi Syamsul, dunia pondok begitu mempengaruhinya dalam proses penulisan. Kemudian lainnya mengenai dunia cinta. "Sebenarnya lebih kepada perempuan yang belum kita miliki secara utuh dan sah yang tiada boleh kita sentuh barang seujung rambutnya pun. Maka hanyalah hatinya yang kita sentuh. Hal ini nampaknya banyak berpengaruh pada puisi-puisi buku saya itu," terangnya.

Darah kepenulisannya pun sama sekali tidak dari orangtua biologisnya. Hanya ia mengaku, pamannya memiliki banyak koleksi buku yang sering ia lihat, dan kemudian segala itu menjadikannya berpengaruh terhadap minat baca.

"Lainnya, memang saya hampir terpengaruh dari proses pembacaan karya penulis lain dan termasuk melalui kisah para penulis itu," ungkap Syamsul.

Dalam proses kepenulisannya pun ia tertarik ketika ia tahu bahwasanya orang-orang baru dalam membantu proses kreatifnya di Kangkung, Kendal. "Karena memang saya hampir tidak pernah hidup di rumah, tapi menghabiskan waktu di pondok. Dan mereka jadi tahu kalau saya orang kangkung, makanya saya selanjutnya diapresiasi," ungkapnya.

Bagi Syamsul, sangatlah membahagiakan ketika karyanya disambut baik dan diapresiasi banyak orang. "Mereka mengapresiasi dengan sangat baik. Dan mereka jadi tahu tentang karya saya. Saya pun secara pribadi, meyakini bahwa hal itu sangat perlu karena karya yang tidak dibaca orang adalah karya yang separuh ruhnya hilang," ungkapnya.

Selanjutnya, menurut Syamsul, dengan adanya pembedah atau pengapresiasi karya tersebut, penulis akan kemudian tahu sisi lain bagaimana seseorang memandang karya yang ditulis.

"Oleh karena dari situ para pembedah memberikan alternatif pandangan yang lebih luas daripada yang kita bayangkan, tentu dalam posisi sebagai pengarang. Lalu kemudian dengan adanya bedah buku ini, saya berharap agar mereka yang hadir jadi tahu tentang apa itu dunia tulis-menulis dan kiranya dapat mendorong mereka agar menggandrungi dunia tulis-menulis. Yang tentu segala itu pastinya diawali dengan kegandrungan pada dunia baca alias harus suka baca dulu kalau ingin menulis," pungkas Syamsul.

Editor : Setia Naka Andrian

Follow Berita iNews Demak di Google News

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.