Rektor Baru dan Profesor Baru UPGRIS Satu Forum dalam Seminar Daring S-2 PBSI

SEMARANG – Ada yang begitu istimewa dalam penyelenggaraan Seminar Daring (Sering) kali ini. Gelaran kegiatan regular berkonsep akrab dan santai akan tetapi tetap berisi yang diselenggarakan Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Pascasarjana Universitas PGRI Semarang itu pada kali kesebelas ini (Sering #11), berkesempatan menghadirkan dua narasumber yang keduanya sama-sama baru. Yakni Rektor UPGRIS yang baru menjabat, Dr. Sri Suciati, M.Hum. dan Prof. Dr. Harjito, M.Hum., Kaprodi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPGRIS yang merupakan profesor baru di UPGRIS, ia telah menerima SK Guru Besar LL Dikti Wilayah VI Jawa Tengah pada Kamis (14/7/2022) lalu.
Kedua ahli di bidang sastra Indonesia tersebut pada Jumat malam (15/7/2022) menyapa segenap hadirin dari berbagai kota dan wilayah di seluruh Indonesia. Sebab memang tidak hanya dari Jawa saja, peserta dari kepulauan lain hingga dari papua pun turut serta menyesaki ruang virtual Zoom Meeting. Para peserta antusias mengikuti Sering #11 dalam rangkaian Seminar 100 Doktor UPGRIS dalam rangka DIES NATALIS UPGRIS 41 dengan mengusung tajuk “Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Wacana Menghadapi Era Society 5.0”
Dalam paparannya, Suci menyampaikan bahwasanya saat ini telah berada pada masa yang beda, masa yang tak bisa disamakan dengan masa-masa sebelumnya. “Kita sudah ada di dunia yang beda dari beberapa tahun lalu. Manusia sudah kian tergantikan robot, mesin-mesin, dan lainnya. Setiap hari pekerjaan formal, kini bertransformasi lebih otomatis melalui digital,” ungkapnya.
Bagi Suci, khususnya dalam perkembangan sastra Indonesia, setiap penulis sastra Indonesia maupun para akademisnya harus mampu menghadirkan ruang lokal bagi dunia. “Artinya, dari segara kelokalan yang kita miliki, itu bisa kita globalkan. Bagaimana menduniakan karya sastra kita. Karya lokal akan menjadi karya yang mendunia. Akan disukai oleh warga dunia. Sebab literasi bahasa menjadi sangat penting karena karya lokal kita bisa diglobalkan,” tutur Suci, yang juga merupakan pengajar mata kuliah Perspektif Gender di Prodi S-2 PBSI UPGRIS itu.
Suci pun menambahkan di hadapan para peserta Sering yang kebanyakan para guru dan mahasiswa calon pendidik, bahwasanya sebagai seorang pengajar harus berupaya sedemikian rupa agar pembelajaran pembelajaran benar-benar berhasil, tercapai apa yang menjadi tujuan pembelajaran dan lebih luas pada tujuan Pendidikan Nasional Indonesia.
“Seorang pengajar haruslah mampu setiap saat untuk menyesuaikan diri. Seperti kutipan dari Ki Hajar Dewantara: didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya!” papar Suci, rektor baru UPGRIS yang sebelumnya telah menjabat sebagai Wakil Rektor I bidang akademik, maka sudah tentu ia sangatlah punya perhatian khusus terhadap perkembangan dan kemajuan pendidikan Indonesia.
Bagi Suci, seorang pengajar haruslah mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Harus berani mengambil langkah untuk bertransformasi demi menjawab tantagan zaman yang kian bergerak dengan begitu cepat. “Setiap pengajar haruslah pula mampu memadukan berbagai metode dan strategi pembelajaran. Tidak mungkin hanya menggunakan satu atau dua saja. Sebab dari situ selanjutnya dapat diikuti oleh segenap siswa dengan kemampuannya masing-masing, yang tentu berbeda-beda kemampuannya,” ungkapnya.
Dalam pernyataan penutupnya pun Suci menegaskan, bahwasanya pengajar hendaknya seperti yang kiranya disampaikan ini,”Yang akan bertahan itu bukan mereka yang kuat, namun yang adaptif. Sebagai guru atau siswa harus kreatif. Dan untuk kreatif memang harus selalu terbuka menerima sesuatu yang baru. Karena pada hakikatnya kita akan selalu berhadapan dengan perubahan, kalau tidak mau berubah, maka akan tertinggal,” pesannya.
Sementara itu, Harjito menekankan mengenai betapa pentingnya berkomunikasi, untuk menyampaikan segala hal mengenai bidang-bidang yang ditekuni oleh seseorang. “Ini sangatlah penting, bagaimana kecakapan seseorang dalam menyampaikan sesuatu. Belajar dan beradaptasi harus selalu ditingkatkan, perlu diingat-ingat lagi. Karena sejarah (telah) mengingatkan, kalau tidak mampu beradaptasi pasti akan tersingkir,” pungkas Harjito, seorang Kaprodi S-2 PBSI UPGRIS yang gemar bersepeda dan dikenal akrab dengan para mahasiswanya itu.
Editor : Setia Naka Andrian