CILACAP, iNewsDemak.id – Telur Penyu Lekang biasanya banyak ditemukan di pesisir Pantai Selatan Jawa, pada April hingga Agustus. Puluhan telur penyu tersebut kemudian diselamatkan oleh Balai Konservasi Penyu Nagaraja, Cilacap untuk dibiarkan menetas.
Kemudian Penyu Lekang (Lepidochelys Olivacea) yang telah menetas disiapkan selama 47 hari untuk dilepasliarkan kembali ke laut. Pelepasliaran penyu ini dilakukan secara rutin dan bertujuan menjaga keseimbangan ekosistem laut.
Balai Konservasi Penyu Nagaraja dibentuk melalui inisiasi program Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina Fuel Terminal Maos sejak 2019. Melalui lembaga itu telah berhasil mengonservasi 1.699 tukik atau anak penyu kembali ke lautan.
Seperti yang dilakukan Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah (JBT) melalui Fuel Terminal (FT) Maos saat pelepasliaran penyu Lekangdi Pantai Sodong, Cilacap. Penyu Lekang dilepaskan sebanyak 297 ekor ke habitat aslinya pada Selasa (19/9/2023).
“Ratusan penyu tersebut berasal dari telur penyu yang ditemukan di sekitar Pantai Sodong oleh pegiat konservasi,” kata Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah (JBT), Brasto Galih Nugroho.
“Kemudian telur dibawa ke area konservasi untuk ditetaskan menggunakan metode sarang semi alami,” tuturnya.
Upaya menjaga ekosistem laut tidak hanya dengan melepas anak penyu, melainkan juga penanaman 200 pohon mangrove dan 100 pohon kayu putih di blok Konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Selok. Penanaman pohon yang dilakukan sebanyak 200 batang.
“Perlunya dukungan masyarakat dan semua pihak untuk mendukung keberadaan Konservasi Penyu Nagaraja Cilacap sebagai komitmen FT Maos dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut,” ujar Fuel Terminal Manager FT Maos, Yulian Ari Pyandani Amril.
“Selain itu, lokasi TWA Gunung Selok dipilih untuk mengembalikan fungsi lahan yang sebelumnya digunakan masyarakat sebagai lahan tambak dapat berubah sebagai lahan konservasi yang telah ditetapkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) sebelumnya,” tandasnya.
Editor : Taufik Budi Nurcahyanto