Logo Network
Network

Menurut Sosiolog UI, Inilah 4 Faktor Utama Terjadinya Kekerasan di Lingkungan Pesantren

Widya Michella, MNC Media
.
Selasa, 20 September 2022 | 05:28 WIB
Menurut Sosiolog UI, Inilah 4 Faktor Utama Terjadinya Kekerasan di Lingkungan Pesantren
Foto/Dok/Okezone/Ilustrasi/Freepik

Sebagian pesantren menggunakan kekerasan sebagai bentuk punishment bagi para santri yang melanggar aturan. Tujuan penghukuman adalah agar para pelanggar merasa jera.

"Namun, yang sering terjadi justru punishment lebih dikedepankan daripada unsur pendidikannya. Artinya, hikmah hukuman tidak dipahami santri, termasuk hakikat dan fungsi/manfaat ditegakkannya aturan. Dengan kata lain, para santri mengikuti aturan bukan karena menyadari dan menginternalisasi (menghayati) arti penting aturan, melainkan karena takut pada hukuman yang diterima jika melanggarnya," tuturnya.

Faktor ketiga yang memicu terjadinya kekerasan di pesantren adalah dilema antara rasa solidaritas warga pesantren dengan literasi kemanusiaan.

Solidaritas sering kali dimaknai sebagai membela atau mendiamkan kawan meskipun salah bersikap dan berperilaku, termasuk pada pelaku kekerasan.

"Oleh karena itu, perlu ada edukasi kepada seluruh multipihak, yaitu pengajar, pendamping, para santri, dan orangtua/wali, bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan agama yang melahirkan lulusan yang bukan hanya menjadi ahli agama yang religius, melainkan juga seseorang yang bertoleransi positif, berintegritas, dan humanis," kata dia.

Salah satunya ditandai dengan spirit bahwa pesantren merupakan area yang menolak kekerasan, apa pun bentuknya.

Faktor terakhir pemicu kekerasan di lingkungan pesantren adalah minimnya pemahaman tentang keberagaman. Pesantren bukanlah area yang homogen.

Setiap santri memiliki latar belakang sosial ekonomi, wilayah tinggal, watak dan karakter, serta latar budaya yang beragam.

"Mendidik dan mengasuh santri dengan latar belakang berbeda tentu menjadi tantangan tersendiri. Perlu dilihat kembali kedudukan dan peran pesantren sebagai institusi pendidikan yang justru berperan sebagai 'cross cutting affiliation'. Dengan demikian, keberagamaan dan sikap inklusif menjadi bagian dari kehidupan pesantren," katanya.

Follow Berita iNews Demak di Google News

Halaman : 1 2 3
Bagikan Artikel Ini