Rudi Iteng, pimpinan produksi Shakespeare Project menjelaskan, “setelah beberapa kali pertemuan, kami baru menemukan ritme bersama. Banyak kendala, seperti jarak dan kesibukan masing-masing. Namun pada gilirannya kami semua kemudian menikmati proses bersama ini. Ada banyak pengalaman baru, yang bisa kita sharing-kan bersama.” Hal ini dibenarkan juga oleh Retno Sayekti Lawu, bahwa semenjak awal gagasan ini sangat menarik sekaligus sebenarnya cukup menggentarkan. “Bahwa untuk berproses bersama lintas kota, merupakan tawaran yang menggairahkan. Namun membayangkan betapa segala kerepotan akan dihadapi, ini cukup membuat gentar juga. Dan semakin mendekati hari pertunjukan, kami semakin optimis bahwa kami semua bisa merealisasikan gagasan ini,” kata Lawu.
Dengan konsep garapan yang dihasilkan dari kesepakatan bersama, Yogi Swara Manitis Aji sebagai sutradara sebenarnya merasa cukup kerepotan untuk membawa proses latihan bisa ideal. “Teman-teman yang terlibat di sini, tidak hanya sekedar berasal dari kota-kota yang berbeda. Mereka juga tokoh, paling tidak di daerahnya masing-masing, dimana saya juga harus menghormati hal itu. Idealisme berteater pastilah mereka pegang dengan kuat, dan masing-masing punya idealisme yang berbeda. Ini tidak mudah buat saya. Namun hebatnya teman-teman ini, menurut saya, adalah kerelaan yang besar untuk tunduk kepada kesepakatan, lalu kami berusaha melewati semua tahapan bersama-sama,” ungkapnya.
Editor : Setia Naka Andrian