SEMARANG - Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, bekerja sama KKLP (Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional) Literasi dengan Fakultas Bahasa dan Budaya Universitas 17 Agustus 1945 Semarang, menggelar acara Bincang Sastra Bedah Novel Jawa Sireping Prahara karya Yosep B. Margono secara daring melalui aplikasi Zoom pada Sabtu (20/8/2022). Bedah novel tersebut mengahadirkan narasumber akademisi dan sastrawan dari dalam dan luar negeri, antara lain, Prof. George Quinn, Triman Laksana, dan Irul S. Budianta sebagai pembedah.
George Quinn menyatakan bahwa novel Sireping Prahara menggambarkan konsep kesucian dalam masyarakat Jawa. Kesucian tersebut terdiri atas kesucian fisik, kesucian cinta, dan kesucian struktural masyarakat desa. Norma kesucian dalam novel Sireping Prahara digambarkan sebagai pembatas antara gambaran desa dan kota.
“Desa Pandanwangi dalam novel tersebut dianggap sebagai gambaran Indonesia dengan berbagai kebudayaannya, sedangkan Kota Semarang menggambarkan dunia internasional yang bebas,” kata Quinn saat mengulas novel Sireping Prahara.
Sementara itu, Triman Laksana mengatakan bahwa novel Sireping Prahara membuat pembaca tidak bisa berhenti membalik lembaran halaman. Premis cerita yang sederhana bisa diewer-ewer ‘dipanjangkan’ sampai 220 halaman.
“Seperti fotografer yang mengandalkan angle, penulis menggunakan point of view untuk menangkap cerita sehingga pintar mengaduk-aduk perasaan pembaca. Tidak klise, sederhana, tetapi mempunyai intrik luar biasa. Saya kira judul Ontran-Ontran ing Desa Pandan Wangi lebih tidak mudah tertebak pembaca,” ujar Triman.
Irul S. Budianto dalam ulasannya mengatakan bahwa cerita asmara dalam novel Sireping Prahara terbungkus pernak-pernik budaya masyarakat. Novel tersebut juga mendobrak situasi saat ini dengan amanat penekanan untuk menjaga kehormatan wanita.
”Kasak-kusuk warga desa terhadap tokoh utama menggambarkan pepatah Jawa, sak dawa-dawane lurung, isih dawa gurung. Beberapa kesalahan penulisan tidak dapat menutupi kepiawaian penulis dalam membawa cerita. Bonus cerita dalam novel memberi efek lebih menarik dibandingkan jika dimasukan ke dalam inti cerita,” jelas Irul.
Dalam kesempatan itu, Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah sangat menyambut baik bedah novel Jawa Sireping Prahara ini. Balai Bahasa sebagai Unit Pelayanan Teknis Badan Pengambangan dan Pembinaan Bahasa mempunyai tiga program prioritas, yaitu literasi, revitalisasi bahasa daerah, dan penginternasionalan bahasa Indonesia.
“Dalam program literasi sekaligus revitalisasi bahasa daerah ini kami banyak mengangkat karya sastra untuk dibedah di Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah. Bahkan, untuk lebih memperkuat sastra Jawa tahun ini, kami menerjemahkan dua puluh novel bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa. Semoga dengan ini kita bersama-sama dapat mendukung revitalisasi bahasa Jawa di Jawa Tengah,” terang Ganjar.
Editor : Setia Naka Andrian