DEMAK - Di Kabupaten Demak yang terkenal sebagai daerah religius, orang tua memasukkan anak-anak sejak usia dini ke pondok pesantren merupakan hal yang lumrah. Dasarnya adalah mendidik anak adalah kewajiban utama orang tua dan sesuai dengan hadist nabi yang berbunyi “ Uthlubul 'ilma minal mahdi ilal lakhdi”. Artinya "Tuntutlah ilmu dari buaian (bayi) hingga liang lahat."
Bagi penganut agama Islam, mengenalkan agama pada buah hatinya menjadi prioritas. Jika orang tua kurang menguasai ilmu agama maka dianjurkan untuk mengirim putra-putri mereka kepada ulama atau lembaga yang mengajarkan agama sebagai bekal hidup dunia dan akhirat.
Namun perlu diingat tidak semua pondok pesantren peka terhadap kebutuhan anak terhadap kasih sayang layaknya yang mereka dapatkan di rumah.
BACA JUGA :
Penulis Buku Puisi dari Pondok Pesantren
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama menempuh pendidikan di pesanten inilah sebuah lembaga pendidikan agama bernama Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Hidayatul Qur'an mengembangkan sistem pendidikan berbasis agama tanpa meninggalkan kesan rumahan.
Ponpes yang beralamat di Lengkong kulon RT 01 RW 05 Donorejo Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak dipimpin oleh Kiai Mashari tidak serta merta menerima banyak santri.
Menurut Yaya Khoirul Bariyah (27) salah satu pengajar Ponpes Hidayatul Qur'an. lembaga mereka tidak mengutamakan kuantitas tapi kualitas.
“Pertimbangan penerimaan santri terutama pada luas tempat dan jumlah pengasuh. Jangan sampai banyak santri tetapi tidak semua menerima kasih sayang secara penuh dan tidak nyaman karena tinggal berdesakan,” tuturnya, Sabtu (5/6/2022).
BACA JUGA :
Lukisan Santri Meruwat Krisis di Bumi
Saat ini santri yang menimba ilmu di Ponpes Hidayatul Qur’an baru puluhan anak dengan rentang usia antara 7-14 tahun. Semuanya adalah santri putri yang dititipkan dari berbagai daerah di Indonesia dengan harapan setelah lulus dari ponpes tersebut mereka bisa menjadi penghafal Al-Qur'an yang berkualitas, berakhlaqul karimah, ilmiyah dan amaliyah.
Pengajar Ponpes Hidayatul Qur’an yang akrab dipanggil Yaya ini juga mengatakan bahwa santri dalam lembaganya tidak diforsir untuk hanya menjadi penghafal Al Quran tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka tetap menerima pengasuhan layaknya di rumah sehingga semua aspek perkembangan kanak-kanak mereka tetap terlayani.
Editor : Pipit Widodo